Sistem Hukum Kenya Terkecoh oleh Modal Nekat dan Penampilan Ala Alumni Harvard KW
RK News - Nairobi, Kenya — Dunia hukum terguncang. Seorang pria bernama Brian Mwenda berhasil memenangkan 27 perkara di pengadilan Kenya. Ia tampil meyakinkan, menyampaikan argumen hukum yang terdengar sah, dan membuat hakim serta jaksa percaya bahwa ia adalah pengacara profesional. Tapi belakangan terungkap: Brian bukan pengacara. Ia tidak memiliki ijazah hukum, tidak pernah kuliah hukum, dan tidak terdaftar di asosiasi pengacara resmi.
Selama berbulan-bulan, Brian menyamar menggunakan identitas orang lain yang namanya mirip. Ia masuk ruang sidang dengan setelan ala alumni Harvard KW, suara tenang, dan gaya bicara yang terdengar seperti hasil latihan di depan cermin. Ia menang perkara demi perkara, dari pidana hingga sengketa sipil. 26 kemenangan bersih. Satu kekalahan? Mungkin printer sidang kehabisan tinta.
Yang membuat publik ternganga bukan hanya keberaniannya, tapi juga fakta bahwa sistem hukum Kenya gagal mendeteksi penyusupan ini sejak awal. Prosedur verifikasi identitas yang seharusnya ketat ternyata bisa ditembus dengan modal percaya diri, sepatu pantofel, dan nama yang mirip. Sistem hukum Kenya, dalam kasus ini, tampak seperti resepsionis seminar: asal datang dengan map dan nada bariton, langsung dianggap peserta resmi.
Publik pun geger. Ada yang menyebut Brian sebagai “pengacara spiritual”, ada yang bilang dia “aktor terbaik tahun ini”, dan ada pula yang menyarankan agar sistem hukum mulai pakai CAPTCHA sebelum sidang dimulai. Tapi semua sepakat: ini bukan sekadar prank—ini audit terbuka terhadap institusi hukum yang terlalu percaya pada penampilan.
Brian kini telah ditangkap dan sedang menunggu proses hukum. Namun, jejaknya menjadi peringatan keras: jika sistem hukum bisa dikibuli sampai 27 kali oleh satu orang tanpa lisensi, maka yang perlu disidang bukan hanya pelaku, tapi juga prosedur dan kelemahan institusional yang memungkinkan hal ini terjadi.
Satu hal yang pasti: Brian Mwenda bukan pengacara, tapi ia berhasil menjalankan profesi itu lebih lancar daripada sebagian yang resmi. Dan itu, bagi sistem hukum Kenya, bukan prestasi—melainkan alarm. (NN)
.






Tidak ada komentar:
Write komentar