Sports

.

Rabu, 17 Desember 2025

Sewa Pesawat Demi Cabai Petani : Anak Jambi Menampar Birokrasi

 

OPINI SOSIAL

Oleh:

Adv. Yan Salam Wahab, S.HI., M.Pd.

Ketika birokrasi sibuk rapat pengadaan mi instan, seorang mantan PNS berusia 34 tahun justru menyewa pesawat untuk mengangkut cabai petani Aceh yang terancam busuk. Dialah Ferry Irwandi, anak Jambi berdarah Minang yang kini menjelma menjadi simbol efisiensi sipil, menampar wajah birokrasi dengan solusi sederhana namun brilian.  


Ferry bukan sekadar konten kreator. Ia pernah mengabdi 10 tahun di Kementerian Keuangan sebelum keluar pada November 2022. Kini, lewat Malaka Project dan kanal YouTube, penghasilannya menembus ratusan juta rupiah. Lebih dari itu, ia menjelma menjadi “intelektual jalanan” yang berani bersuara di ruang publik digital. Keberaniannya pernah membuatnya bersitegang dengan TNI. Kritiknya soal tentara kembali ke barak berujung laporan ke satuan siber militer. Namun kasus itu berhenti bukan karena belas kasihan, melainkan kalkulasi politik: menyerang warga sipil yang dicintai publik di era viral adalah bunuh diri citra. Dari sini kita belajar bahwa jempol rakyat bisa menjadi benteng pertahanan yang sama kuatnya dengan tank, asal kita bersatu.  

Drama berikutnya tak kalah menggelitik: saat bencana melanda Sumatera, Ferry menggalang Rp 10 Miliar hanya dalam sehari. Ironisnya, keberhasilan itu justru disindir oleh anggota DPR. Sindiran “sok kerja” mencerminkan rasa insecure: seorang pemuda dengan laptop dan internet menelanjangi ketidakbecusan sistem yang memegang anggaran ribuan triliun. Ferry tidak hanya memberi makan korban bencana; ia sedang mempermalukan lambannya mesin negara.  


Puncak kejeniusan Ferry adalah ide “Ekonomi Cabai”. Ia menyewa pesawat kargo untuk mengangkut cabai Aceh ke Jakarta, menjualnya, lalu mengembalikan hasilnya kepada petani. Langkah ini bukan sekadar amal, melainkan pemberdayaan. Petani tetap berdaya sebagai pedagang, bukan sekadar penerima bantuan. Sebuah logika yang luput dari gedung kementerian penuh profesor.  

Fenomena Ferry adalah tamparan keras bagi sistem negara. Di negara yang sehat, pahlawan super tidak perlu ada karena sistem sudah bekerja otomatis. Kehadiran Ferry menunjukkan kapal induk birokrasi kita lamban, sementara speedboat sipil melaju lincah. Selama masih ada anak muda secerdas Ferry dan berhati merah putih, Indonesia tidak akan bubar. Namun tugas rakyat bukan hanya menonton, melainkan mendesak agar mesin negara segera diperbaiki.  


“Teruslah menggebrak, Dik. Buatlah mereka yang duduk di kursi empuk itu tidak bisa tidur nyenyak karena sadar: rakyat lebih pintar dari wakilnya.”  







Tidak ada komentar:
Write komentar